Jumat, 10 Februari 2012

KONSTRIBUSI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN


Oleh : Carwan Kelas A Beasiswa
A.   Pendahuluan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan, dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut.
Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung, bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya, dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada, dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali, dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Pembelajaran merupakan aktivitas paling utama dalam proses pendidikan di sekolah, untuk itu pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu mengajar. Dalam makalah ini dibahas tentang psikologi perkembangan peserta didik yang keterkaitan dengan proses pembelajaran,  untuk itu bisa dijadikan acuan untuk mengetahui arti pembelajaran agar keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan bisa tercapai dengan efektif dan efisien.
Melihat fenomena di atas, maka penulis menyajikan beberapa pertanyaan berupa, apa pengertian dari psikologi perkembangan, sejauh mana peranan psikologi perkembangan  dalam proses pembelajaran dan konsribusi psikologi perkembangan terhadap proses pembelajaran.
Dengan demikian, kondisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
B.   Pembahasan
1.      Pengertian Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan pada prinsipnya merupakan cabang dari psikologi.[1]Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos yang berarti “ilmu”. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak,  oeh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.[2] Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar, karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan.
Kalau kita berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan beberapa keunikan perilaku atau jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar, di dasari pada begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology).
Istilah individu berasal dari kata individera berarti satu kesatuan organisme yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau tidak dapat dipisahkan.[3] Sejak lahir, bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikofisis (jasmani dan rokhani) yang khas (unik) dan terus menerus mengalami pertumbuhan dan perkembangan, yang keduanya merupakan sipat  kodrati manusia yang harus mendapat tempat dan perhatian.
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Psikologi perkembangan adalah suatu sikap atau perubahan tingkah laku dalam proses belajar mengajar, psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran.
Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. ( Ross Vasta. dkk, 1992 ). Dari kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari karakteristik jiwa dan tingkah laku manusia.



2.      Peranan Psikologi Perkembangan  dalam Proses Pembelajaran
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.[4] mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan  yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam yaitu :
  1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
  2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
  3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :
1.        Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
2.        Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.             Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4.        Perkembangan siswa (growth).
5.        Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6.        Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7.        Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8.        Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9.        Pengukuran, yakni prinsip-prinsip  dasar dan batasan-batasan pengukuran atau evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11.Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik, bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru di samping melaksanakan pembelajaran juga diharapkan dapat membimbing para siswanya dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa seperti bakat, kecerdasan dan minat, sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif, guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Beberapa peran penting psikologi perkembangan peserta didik dalam proses belajar mengajar adalah :
1.      Memahami peserta didik sebagai pelajar, meliputi perkembangannya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain.
2.      Memahami prinsip – prinsip dan teori pembelajaran.
3.      Memilih metode – metode pembelajaran dan pengajaran.
4.      Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran.
5.      Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif.
6.      Memilih dan menetapkan isi pengajaran.
7.      Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
8.      Memilih alat bantu pembelajaran dan pengajaran.
9.      Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran.
10.  Memahami dan mengembangkan kepribadian dan profesi guru.
11.  Membimbing perkembangan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Menurut Abimanyu (1996) mengemukakan bahwa peranan psikologi dalam pendidikan dan pengajaran ialah bertujuan untuk memberikan orientasi mengenai laporan studi, menelusuri masalah-masalah di lapangan dengan pendekatan psikologi serta meneliti faktor-faktor manusia dalam proses pendidikan dan di dalam situasi proses belajar mengajar. Psikologi dalam pendidikan dan pengajaran banyak mempengaruhi perumusan tujuan pendidikan, perumusan kurikulum maupun prosedur dan metode-metode belajar mengajar. Psikologi ini memberikan jalan untuk mendapatkan pemecahan atas masalah-masalah sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi pada anak didik selama dalam proses pendidikan.
2. Pengaruh pembawaan dan lingkungan atas hasil belajar.
3. Teori dan proses belajar.
4. Hubungan antara teknik mengajar danhasil belajar.
5. Perbandingan hasil pendidikan formal dengan pendidikan informal atas diri individu.
6. Pengaruh kondisi sosial anak didik atas pendidikan yang diterimanya.
7. Nilai sikap ilmiah atas pendidikan yang dimiliki oleh para petugas pendidikan.
8. Pengaruh interaksi antara guru dan murid dan antara murid dengan murid.
9. Hambatan, kesulitan, ketegangan, dan sebagainya yang dialami oleh anak didik selama proses pendidikan.
10. Pengaruh perbedaan individu yang satu dengan individu yang lain dalam batas kemampuan belajar.
3. Konsribusi Psikologi Perkembangan terhadap Proses Pembelajaran.
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran, prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya :
1.      Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempuyai tujuan yang jelas.
2.      Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksanakan oleh orang lain.
3.      Orang itu harus bersedia mengalami berbagai macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4.      Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5.      Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6.      Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7.      Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya asfek intelektual namun termasuk pula asfek emosional, sosial, etis dan sebagainya. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
8.      Untukbelajar diperlukan insighat, apa yang dipelajari harus benar-benar dipahamai, belajar bukan sekedar menghapal fakta secara verbalistis.
9.      Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
10.  Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
11.  Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
12.  Belajar hanya mungkin kalau ada kemauuan dan hasrat untuk belajar.
Teori merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan, karakteristik suatu teori ialah memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi dan dapat prinsip yang dapat diuji. Fungsi teori pembelajaran dalam pendidikan adalah:
  1. Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pengajaran.
  2. Menilai hasil-hasil yang telah dicapai untuk digunakan dalam ruang kelas.
  3. Mendiagnosis masalah-masalah dalam ruang kelas.
  4. Menilai hasil penelitian yang dilaksanakan berdasarrkan teori-teori tertentu.
Teori pembelajaran behaviorisme yang berpendapat bahwa perilaku terbentuk melelui perkaiatan antara rangsangan (stimulus) dengan tindak balas (respon). Perubahan perilaku lebih banyak karena pengaruh lingkungan. Teori behaviorisme dibedakan antara teori pelaziman klasik dan teori pelaziman operan. Teori pelaziman klasik dipelopori oleh Ivan Pavlov, konsep atau prisip pembelajaran yaitu:
  1. Excitation (pergetaran) yaitu suatu rangsangan tak terazim atau alami dapat membangkitkanreaksi sel-sel tertentu, sehingga dapat menghasilkan tindak balas.
  2. Irradiaton (penularan) yaitu terjadi reaksi dari sel-sel lain yang berbeda di sekitar kawasann sl-sel yang bekenan debgan rangasangan tak terlazim.
  3. Stimulus generalization (generalisasi rangsangan) yaitu keadaan dimana individu memberika tindak balas yang sama terhadap ranggsangan tertentuu yang memiliki kesamaan walaupun tidak serupa.
  4. Extintion (penghapuan) yaitu suatu tidak balas akan hilang secarra perlahan-lahan apabila makin berkurangnya keterkaitann dengan rangsangan tak terlazim.
Teori pelaziman operan yang tokohnya yaitu Throndike, pada dasarnya poses pembelajaran merupakan pembinaan hubungan antara rangsangan tertentu dengan perilaku tertentu. Semua pembelajaran dilakukan melalui suatu prroses coba-salah (trial and error).
Ada tiga hukum pembelajaran yaitu hukum hasil (law of effect) menyatakan bahwa hubungan antara rangsangan dan perilaku akan makin kukuh apabila ada kepuasan, dan akan makin diperlemah apabila terjadi ketidakpuasaan, hukum latihan (law of exercise) menyatakan suatu rangsangan dan perilaku akan makin kukuh apabila sering dilakukan latihan, dan hukum kesiapan (law of readiness) menyatakan bahwa hubungan rangsangan dan perilaku akan semakin kukuh apabila disertai dengan kesiapan individu.          .
Teori pembelajaran Gestalt, dalam pandangan ini pembelajaran merupakan suatu fenomena kognitif yang melibatkan persepsi terhadap suatu benda, orang, atau peristiwa dalam cara-cara yang berbeda.
Beberapa aplikasi tori gestalt dalam proses pembelajaran adalah pengalaman tilikan (insight), pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), perilaku bertujuan (purposive behavior), prinsip ruangg hidup (life space), dan transfer dalam pembelajaran.


  
C.     Kesimpulan
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilakuu yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah :
  1. Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini bermakna bahwa prosees pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu.
  2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
  3. Pembelajaran merupakan suatu proses, prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.
  4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada suatu tujuan yang ingin dicapai.
  5. Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.
Guru sebagai pendidik atau pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan materi pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Alex Subor, Psikologi Umum
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, Bandung,  Pustaka Setia, 2010
Ev. Sang Putra Immanueal Duha, Psikologi Pendidikan
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan, Bandung,  Aditama, 2006
Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009



















KONTRIBUSI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN

Diajukan Untuk memenuhi Ulangan Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Dosen  : Prof. Dr. Hj. Mintarsih Danumihardja, M.Pd.

logo-iain-syekh-nurjati
 






Oleh:
CARWAN
NIM : 14106310026

PROGRAM PASCASARJANA
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  SYEKH NURJATI CIREBON
2012



[1] Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, Remaja Rosdakarya, 2009, hal 1
[2] Ev. Sang Putra Immanueal Duha, Psikologi Pendidikan
[3] Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, Pustaka Setia, 2010, hal 11
[4] Alex Subor, Psikologi Umum

Jumat, 11 November 2011

MATA KULIAH MANAJEMEN DELIVERY METHOD

1.      Jawaban Pertemuan ke 2 tentang :
-         Konsep, prinsip dan prosedur
-         Perancangan Instruksional
-         Pendekatan sistem dalam perancangan instruksional
-         Model desain instruksional
.           Konsep instruksional  ini diharapkan agar segala kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara intensif  dan efisien bagi tercapainya tujuan pendidikan, selain itu pula akan mempermudah pendidik  untuk menilai sampai berapa jauh kompetensi dan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Perancangan instruksional dilaksanakan oleh seorang pengajar harus dapat menyususun perencanaan pengajaran dalam satuan besar seperti program tahunan, program semester atau catur wulan  maupun satuan pelajaran terkecil menurut satuan-satuan pokok bahasan yang dapat diselesaikan  peserta didik dalam waktu satu atau dua jam pelajaran. Oleh karena itu guru dituntut bekerja dan berpikir secara taktis strategis dalam arti selalu berusaha memilih jenis belajar mengajar yang paling efektif dan efisien bagi trcapainya tujuan pelajaran.
Pada dasarnya kurikulum yang berlaku sekarang ini disusun dengan berorientasi kepada kompetensi dan tujuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa segala bahan pelajaran, alat, metode, evaluasi dan kegiatan belajar mengajar dipilih, direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan kompetensi dan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Oleh karena itu didalam menyususun kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kompetensi dan tujuan-tujuan pendidikan dari taraf pendidikan nasional sampai kepada tujuan instruksional khusus yang perlu dicapai oleh anak didik. Setelah penentuan kompetensi dan tujuan, barulah dipilih materi pembelajaran yang cocok serta cara belajar yang mana paling efisien dan efektif bagi tercapainya tujuan pengajaran. 
            Model desain instruksional sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instruksional merujuk pada prosedur atau langkagh-langkah yang seyogianya dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar mengajar. Dalam dimensi realita sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom system” menurut konsep Wong dan Raulerson (1973) kedua dimensi ini secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan. Walaupun sistem instruksional ini hanya merupakan bagian dari sistem kurikulum yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan yang kedudukan dan fungsinya sangat menentukan. Hal tersebut dimungkinkan, karena inti dari tujuan dan proses pendidikan adalah perubahan prilaku individu dari belum dewasa menjadi dewasa, dari belum matang menjadi matang. Karena itu sistem instruksional merupakan sarana konseptual terdepan dalam sistem pendidikan formal dimanapun. Menurut Tyler (1949) ada 4 hal yang harus dijawab dalam pengembangan kurikulum dan pengajaran :
1.      Tujuan pendidikan mana yang seyogiannya di capai ?
2.      Pengalaman belajar apa yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan tersebut ?
3.      Bagaimana pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan secara efektif ?
4.      Bagaimana kita dapat menentukan bahwa tujuan yang telah digariskan itu dicapai ?
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap 2 jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Sagala Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung, Alfabeta, 2005)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)









2.      Jawaban Pertemuan ke 3 tentang :
-         Melakukan Analisis Pembelajaran
-         Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
.           Analisis Pembelajaran perlu dilakukan agar suatu rencana dapat berfungsi, maka perencanaan harus menggunakan sudut pandang yang luas sehingga variable-variable yang sering berkaitan dapat diamati dengan teliti. Untuk dapat melihat dengan baik seorang perancang pendidikan perlu mempunyai kemampuan dalam menganalisis sistem pendidikan. Dalam perencanaan masa depan itu perencanaan memerlukan pertimbangan apa yang dicapai pada masa lalu  dan apa yang akan terjadi pada masa depan. Perencanaan bukan hanya sebagai pola dasar (blueprint) tetapi juga merupakan petunjuk dalam mengambil keputusan tentang bagaimana mencapai tujuan itu. Oleh karena itu perencanaan pendidikan tidak terhenti pada saat tersusunnya dan disetujuinya rencana itu oleh pengambil keputusan, tetapi erat hubungannya dengan saat implementasinya.
            Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa perlu dilakukan agar kegiatan proses belajar mengajar dapat diatur dan direncanakan secermat mungkin, komprehensif, akurat dan efisisen serta berdasarkan perhitungan yang matang karena tanpa perencanaan yang sistematik dan rasional upaya pembangunan pendidikan tidak akan dilaksanakan dengan efektif.
            Dengan perencanaan usaha yang terpadu, terkordinasi, pemanfaatan sumber daya, urutan prioritas, kurun waktu yang dikehendaki, distribusi wewenang dan tanggung jawab dapat disusun dan dihtungterlebih dahulu secara sistemtis, cermat dan komprehensif.
            Ketika kita hendak merencanakan pelajaran,  siswa dapat dilibatkan untuk memancing hal-hal yang ingin diketahui siswa mengenai suatu pokok bahasan. Tentu saja tidak setiap selalu akan merencanakan pengajaran siswa dilibatkan dengan cara diskusi dan lain sebagainya. Dari pengalaman guru dapat menekankan dari hal-hal yang menarik bagi siswa dalam suatu pokok bahasan tertentu.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)

3.      Jawaban Pertemuan ke 4 tentang :
-         Menulis tujuan Kinerja atau Kompetensi Dasar
-         Mengembangkan butir tas acuan patokan
Penyusunan kompetensi dasar (KD) dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan mereview Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI)  untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Standar Isi yang intinya bahwa sekolah dapat meningkatkan kompetensi lulusan dan mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi.
Mengkaji kompetensi dasar.(KD) mata pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1). Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitam materi tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di standar isi
2). Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran
3). Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antara mata pelajaran
4). Potensi peserta didik
5). Relevansi dengan karakteristik daerah
6). Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual
7). Kebermanfaatan bagi peserta didik
8). Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi
9). Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan
10). Alokasi waktu
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)
4. Jawaban Pertemuan ke 5 tentang :
- Mengembangkan strategi instruksional atau pembelajaran
- Mengembangkan dan memilih bahan instruksional atau pembelajaran
.  Mengembangkan strategi instruksional berdasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat komplek terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang mendapat perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep sistem ini menurut Kemp (1977:6) “refers to the technical integration of men and machine” . Istilah pengembangan sistem instruksional (Instructional system development) dan dsain instruksional (instructional design) sering dianggap sama  atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata desain berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan, sedang mengembangkan berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya. Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses monitoring interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar agar para penyusun  desain instruksional dapat menilai efektivitas suatu desain. Pengembangan sistem  instruksional senantiasa di dasarkan atas pengalaman empiris dan prinsip-prinsip yang telah diuji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasarkan prosedur yang sistematis pengalaman yang tepat dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh secara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata. Mengembangkan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasikan, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Twelker dalam Mudhoffir, 1986:33). Hasil akhir dari  pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional  yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara konsisten dapat mencapai tujuan instruksional yang sedang dikembangkan sehingga lebih sempurna. Ada beberapa model pengembangan instruksional misalnya :
1.      Model Robert Glasser  yang telah mengembangkan satu model pengajaran dasar yang      memandang proses belajar mengajar sebagai suatu sistem.
2.      Model Bela H. Banathy dengan merumuskan tujuan (formulate objetives), mengembangkan test (develop test), menganalisis kegiatan belajar (analyze learning test), mendsain sistem instruksional (design system), melaksanaakan kegiatan dan mengetest hasil (implment and test output) dan mengadakan perbaikan (chage to improve).
3.      Model Briggs, model ni bersandarkan pada prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi untuk mencapainya, evaluasi keberhasilannya yang bahasa sehari-hari dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan  mau ke mana ?, dengan apa danbilamana sampai tujuan ?.
4.      Model J.E. Kemp, pengembangan instruksional atau desain pembelajaran terdiri dari : menentukan TIU, menganalisis karakteristik peserta didik, menentukan TIK, menentukan materi pelajaran, menentukan penjajagan awal, menentukan strategi pembelajaran, mengkoordinasi sarana penunjang dan mengadakan evaluasi.
5.      Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), sistem ini berdasar 5 langkah pokok PPSI yaitu : merumuskan TIK, mengembangkan alat evaluasi, menentukan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program kegiatan dan melaksanakan program.
6.      Model Gerlach and Ely, model ini melibatkan 10 unsur yaitu : merumuskan tujuan, menentukan isi atau materi, menurut kemampuan awal, menentukan teknik dan strategi, pengelompokan belajar, menentukan pembagian waktu, menentukan ruang, memilih media instruksional yang sesuai, mengevaluasi hasil belajar dan menganalisis umpan balik.
Mengembangkan dan memilih bahan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus. Karena hanya guru yang memahami kondisi dilapangan   termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka penjabaran tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Oleh sebab itu sebelum melakukan proses belajar mengajar guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Sagala Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung, Alfabeta, 2005)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)

5.      Jawaban Pertemuan ke 6 tentang :
-         Merancang dan melakukan Penilaian Formatif
-         Merevisi Pembelajaran
Penilaian formatif adalah jenis evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki peroses belajar mengajar. Sesuai dengan fungsi dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian formatif ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu proses pembelajaran pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti satuan pelajaran sebab perbaikan atas proses pembelajaran itu hanya mungkin jika dilakukan secara sistematis dan bertahap. Karena penelitian formatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu proses pembelajaran pada akhir unit pendidikan yang singkat, maka aspek, tingkat laku yang dinilai cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan) dan segi psikomotor (keterampilan) yang terkandung dalam tujuan pembelajaran khusus. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunan nilai formatif tidak tepat. Sebab untuk menilai perkembangan dalam segi afektif ini diperlukan periode pendidikan yang cukup panjang.
Soal tes pada penilaian formatip harus disusun sedemikian rupa, sehingga benar-benar mengukur tujuan pembelajaran khusus yang hendak dicapai. Oleh oleh karena itu soal tes harus dibuat secara langsung dengan menjabarkan tujuan pembelajaran khusus ke dalam bentuk pertanyaan. Pada penilaian formatif ini masalah tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.
Pada evaluasi formatif sasaran penilaian itu adalah kecakapan nyata setiap siswa. Oleh karena itu pendekatan dalam penilaian formatif adalah evaluasi yang bersumber pada kriteria mutlak.
Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi pada penilaian formatif ini, yaitu;
1)      Menghitung angka persentase siswa yang gagal dalam setiap soal.
2)      Menghitung persentase penguasaan kelas atau bahan yang telah disajikan.
3)      Menghitung persentase jawaban yang benar yang dicapai setiap siswa dalam tes secara keseluruhan.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009
6.      Jawaban Pertemuan ke 7 tentang :
-         Melakukan Penilaian Sumatif
-         Ujicoba Rancangan Sistem Pembelajaran
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang berfungsi untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Penilaian sumatif dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar mengajar pada akhir unit pendidikan yang luas seperti pada akhir program pengajaran.
Fungsi tes sumatif tidak lagi untuk memperbaiki proses pembelajaran setiap siswa. Sebab pada akhir program pengajaran, guru telah berkali-kali melakukan evaluasi formatif pada akhir satusan pengajaran. Oleh karena itu aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan) dan afektif (sikap nilai).
Penilaian sumatif dilakukan pada akhir program pengajaran ini berarti, bahan pengajaran yang menjadi sasaran evaluasi cukup luas dan baik. Oleh sebab itu, penyusunan soal-soalnya harus didasarkan atas tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada di dalam program pengajaran. Sehubungan dengan itu soal-soalnya harus representatif atau mewakili setiap tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada di dalam program mengajar tersebut.
Penilaian sumatif bertujuan menentukan angka kemajuan belajar siswa untuk itu tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Perbandingan jumlah yang muudah, sedang dan sukar sebaiknya 3:5:2. Perbandingan tersebut tidak harus mutlak demikian. Dalam masalah tingkat kesukaran soal yang selalu harus diperhatikan ialah, jumlah soal-soal yang sedang harus lebih banyak dari pada jumlah soal-soal yang mudah dan sukar.
Pada penilain sumatif ini perlu pula diperhatikan mengenai daya pembedaan dari setiap bukti soal. Artinya setiap bukti soal tes itu harus mempunyai daya untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang atau tidak pandai. Tingkat kesukaran dan daya pembedaan suatu soal  itu hanya dapat diketahui melalui analisis butir soal setelah tes itu diuji cobakan. Pada penilaian sumatif kedua pendekatan dalam penilaian dapat digunakan (penilaian yang bersumber padaa kriteria mutlak dan penilaian yang bersumber pada norma relatif kelompok ) dengan menggunakan beberapa perencanaan diantaranya :
1.      Pengolahan hasil penilaian berdasarkan ukuran muutlak (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu.
2.      Pengolahan hasil penilaian berdasarkan norma relatif (PAN)
PAN adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya.
3.      Penilaian penempatan (Placement)
Penilaian penempatan adalah  jenis penilaian yang berfungsi untuk menempatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang sesuai dengan program pendidikan (sesuai dengan tingkat kemampuan atau ciri khas lainnya yang dimiliki siswa)
4.      Penilaian diagnostik
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang fungsinya untuk membantu memecahkan kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dialami oleh siswa-siswa tertentu.

Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)