Jumat, 11 November 2011

MATA KULIAH MANAJEMEN DELIVERY METHOD

1.      Jawaban Pertemuan ke 2 tentang :
-         Konsep, prinsip dan prosedur
-         Perancangan Instruksional
-         Pendekatan sistem dalam perancangan instruksional
-         Model desain instruksional
.           Konsep instruksional  ini diharapkan agar segala kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara intensif  dan efisien bagi tercapainya tujuan pendidikan, selain itu pula akan mempermudah pendidik  untuk menilai sampai berapa jauh kompetensi dan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Perancangan instruksional dilaksanakan oleh seorang pengajar harus dapat menyususun perencanaan pengajaran dalam satuan besar seperti program tahunan, program semester atau catur wulan  maupun satuan pelajaran terkecil menurut satuan-satuan pokok bahasan yang dapat diselesaikan  peserta didik dalam waktu satu atau dua jam pelajaran. Oleh karena itu guru dituntut bekerja dan berpikir secara taktis strategis dalam arti selalu berusaha memilih jenis belajar mengajar yang paling efektif dan efisien bagi trcapainya tujuan pelajaran.
Pada dasarnya kurikulum yang berlaku sekarang ini disusun dengan berorientasi kepada kompetensi dan tujuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa segala bahan pelajaran, alat, metode, evaluasi dan kegiatan belajar mengajar dipilih, direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan kompetensi dan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Oleh karena itu didalam menyususun kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kompetensi dan tujuan-tujuan pendidikan dari taraf pendidikan nasional sampai kepada tujuan instruksional khusus yang perlu dicapai oleh anak didik. Setelah penentuan kompetensi dan tujuan, barulah dipilih materi pembelajaran yang cocok serta cara belajar yang mana paling efisien dan efektif bagi tercapainya tujuan pengajaran. 
            Model desain instruksional sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instruksional merujuk pada prosedur atau langkagh-langkah yang seyogianya dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar mengajar. Dalam dimensi realita sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom system” menurut konsep Wong dan Raulerson (1973) kedua dimensi ini secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan. Walaupun sistem instruksional ini hanya merupakan bagian dari sistem kurikulum yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan yang kedudukan dan fungsinya sangat menentukan. Hal tersebut dimungkinkan, karena inti dari tujuan dan proses pendidikan adalah perubahan prilaku individu dari belum dewasa menjadi dewasa, dari belum matang menjadi matang. Karena itu sistem instruksional merupakan sarana konseptual terdepan dalam sistem pendidikan formal dimanapun. Menurut Tyler (1949) ada 4 hal yang harus dijawab dalam pengembangan kurikulum dan pengajaran :
1.      Tujuan pendidikan mana yang seyogiannya di capai ?
2.      Pengalaman belajar apa yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan tersebut ?
3.      Bagaimana pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan secara efektif ?
4.      Bagaimana kita dapat menentukan bahwa tujuan yang telah digariskan itu dicapai ?
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap 2 jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Sagala Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung, Alfabeta, 2005)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)









2.      Jawaban Pertemuan ke 3 tentang :
-         Melakukan Analisis Pembelajaran
-         Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
.           Analisis Pembelajaran perlu dilakukan agar suatu rencana dapat berfungsi, maka perencanaan harus menggunakan sudut pandang yang luas sehingga variable-variable yang sering berkaitan dapat diamati dengan teliti. Untuk dapat melihat dengan baik seorang perancang pendidikan perlu mempunyai kemampuan dalam menganalisis sistem pendidikan. Dalam perencanaan masa depan itu perencanaan memerlukan pertimbangan apa yang dicapai pada masa lalu  dan apa yang akan terjadi pada masa depan. Perencanaan bukan hanya sebagai pola dasar (blueprint) tetapi juga merupakan petunjuk dalam mengambil keputusan tentang bagaimana mencapai tujuan itu. Oleh karena itu perencanaan pendidikan tidak terhenti pada saat tersusunnya dan disetujuinya rencana itu oleh pengambil keputusan, tetapi erat hubungannya dengan saat implementasinya.
            Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa perlu dilakukan agar kegiatan proses belajar mengajar dapat diatur dan direncanakan secermat mungkin, komprehensif, akurat dan efisisen serta berdasarkan perhitungan yang matang karena tanpa perencanaan yang sistematik dan rasional upaya pembangunan pendidikan tidak akan dilaksanakan dengan efektif.
            Dengan perencanaan usaha yang terpadu, terkordinasi, pemanfaatan sumber daya, urutan prioritas, kurun waktu yang dikehendaki, distribusi wewenang dan tanggung jawab dapat disusun dan dihtungterlebih dahulu secara sistemtis, cermat dan komprehensif.
            Ketika kita hendak merencanakan pelajaran,  siswa dapat dilibatkan untuk memancing hal-hal yang ingin diketahui siswa mengenai suatu pokok bahasan. Tentu saja tidak setiap selalu akan merencanakan pengajaran siswa dilibatkan dengan cara diskusi dan lain sebagainya. Dari pengalaman guru dapat menekankan dari hal-hal yang menarik bagi siswa dalam suatu pokok bahasan tertentu.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)

3.      Jawaban Pertemuan ke 4 tentang :
-         Menulis tujuan Kinerja atau Kompetensi Dasar
-         Mengembangkan butir tas acuan patokan
Penyusunan kompetensi dasar (KD) dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan mereview Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI)  untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Standar Isi yang intinya bahwa sekolah dapat meningkatkan kompetensi lulusan dan mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi.
Mengkaji kompetensi dasar.(KD) mata pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1). Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitam materi tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di standar isi
2). Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran
3). Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antara mata pelajaran
4). Potensi peserta didik
5). Relevansi dengan karakteristik daerah
6). Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual
7). Kebermanfaatan bagi peserta didik
8). Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi
9). Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan
10). Alokasi waktu
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)
4. Jawaban Pertemuan ke 5 tentang :
- Mengembangkan strategi instruksional atau pembelajaran
- Mengembangkan dan memilih bahan instruksional atau pembelajaran
.  Mengembangkan strategi instruksional berdasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat komplek terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang mendapat perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep sistem ini menurut Kemp (1977:6) “refers to the technical integration of men and machine” . Istilah pengembangan sistem instruksional (Instructional system development) dan dsain instruksional (instructional design) sering dianggap sama  atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata desain berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan, sedang mengembangkan berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya. Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses monitoring interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar agar para penyusun  desain instruksional dapat menilai efektivitas suatu desain. Pengembangan sistem  instruksional senantiasa di dasarkan atas pengalaman empiris dan prinsip-prinsip yang telah diuji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasarkan prosedur yang sistematis pengalaman yang tepat dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh secara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata. Mengembangkan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasikan, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Twelker dalam Mudhoffir, 1986:33). Hasil akhir dari  pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional  yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara konsisten dapat mencapai tujuan instruksional yang sedang dikembangkan sehingga lebih sempurna. Ada beberapa model pengembangan instruksional misalnya :
1.      Model Robert Glasser  yang telah mengembangkan satu model pengajaran dasar yang      memandang proses belajar mengajar sebagai suatu sistem.
2.      Model Bela H. Banathy dengan merumuskan tujuan (formulate objetives), mengembangkan test (develop test), menganalisis kegiatan belajar (analyze learning test), mendsain sistem instruksional (design system), melaksanaakan kegiatan dan mengetest hasil (implment and test output) dan mengadakan perbaikan (chage to improve).
3.      Model Briggs, model ni bersandarkan pada prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi untuk mencapainya, evaluasi keberhasilannya yang bahasa sehari-hari dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan  mau ke mana ?, dengan apa danbilamana sampai tujuan ?.
4.      Model J.E. Kemp, pengembangan instruksional atau desain pembelajaran terdiri dari : menentukan TIU, menganalisis karakteristik peserta didik, menentukan TIK, menentukan materi pelajaran, menentukan penjajagan awal, menentukan strategi pembelajaran, mengkoordinasi sarana penunjang dan mengadakan evaluasi.
5.      Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), sistem ini berdasar 5 langkah pokok PPSI yaitu : merumuskan TIK, mengembangkan alat evaluasi, menentukan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program kegiatan dan melaksanakan program.
6.      Model Gerlach and Ely, model ini melibatkan 10 unsur yaitu : merumuskan tujuan, menentukan isi atau materi, menurut kemampuan awal, menentukan teknik dan strategi, pengelompokan belajar, menentukan pembagian waktu, menentukan ruang, memilih media instruksional yang sesuai, mengevaluasi hasil belajar dan menganalisis umpan balik.
Mengembangkan dan memilih bahan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus. Karena hanya guru yang memahami kondisi dilapangan   termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka penjabaran tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Oleh sebab itu sebelum melakukan proses belajar mengajar guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Sagala Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung, Alfabeta, 2005)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)

5.      Jawaban Pertemuan ke 6 tentang :
-         Merancang dan melakukan Penilaian Formatif
-         Merevisi Pembelajaran
Penilaian formatif adalah jenis evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki peroses belajar mengajar. Sesuai dengan fungsi dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian formatif ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu proses pembelajaran pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti satuan pelajaran sebab perbaikan atas proses pembelajaran itu hanya mungkin jika dilakukan secara sistematis dan bertahap. Karena penelitian formatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu proses pembelajaran pada akhir unit pendidikan yang singkat, maka aspek, tingkat laku yang dinilai cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan) dan segi psikomotor (keterampilan) yang terkandung dalam tujuan pembelajaran khusus. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunan nilai formatif tidak tepat. Sebab untuk menilai perkembangan dalam segi afektif ini diperlukan periode pendidikan yang cukup panjang.
Soal tes pada penilaian formatip harus disusun sedemikian rupa, sehingga benar-benar mengukur tujuan pembelajaran khusus yang hendak dicapai. Oleh oleh karena itu soal tes harus dibuat secara langsung dengan menjabarkan tujuan pembelajaran khusus ke dalam bentuk pertanyaan. Pada penilaian formatif ini masalah tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.
Pada evaluasi formatif sasaran penilaian itu adalah kecakapan nyata setiap siswa. Oleh karena itu pendekatan dalam penilaian formatif adalah evaluasi yang bersumber pada kriteria mutlak.
Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi pada penilaian formatif ini, yaitu;
1)      Menghitung angka persentase siswa yang gagal dalam setiap soal.
2)      Menghitung persentase penguasaan kelas atau bahan yang telah disajikan.
3)      Menghitung persentase jawaban yang benar yang dicapai setiap siswa dalam tes secara keseluruhan.
Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009
6.      Jawaban Pertemuan ke 7 tentang :
-         Melakukan Penilaian Sumatif
-         Ujicoba Rancangan Sistem Pembelajaran
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang berfungsi untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Penilaian sumatif dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar mengajar pada akhir unit pendidikan yang luas seperti pada akhir program pengajaran.
Fungsi tes sumatif tidak lagi untuk memperbaiki proses pembelajaran setiap siswa. Sebab pada akhir program pengajaran, guru telah berkali-kali melakukan evaluasi formatif pada akhir satusan pengajaran. Oleh karena itu aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan) dan afektif (sikap nilai).
Penilaian sumatif dilakukan pada akhir program pengajaran ini berarti, bahan pengajaran yang menjadi sasaran evaluasi cukup luas dan baik. Oleh sebab itu, penyusunan soal-soalnya harus didasarkan atas tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada di dalam program pengajaran. Sehubungan dengan itu soal-soalnya harus representatif atau mewakili setiap tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada di dalam program mengajar tersebut.
Penilaian sumatif bertujuan menentukan angka kemajuan belajar siswa untuk itu tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Perbandingan jumlah yang muudah, sedang dan sukar sebaiknya 3:5:2. Perbandingan tersebut tidak harus mutlak demikian. Dalam masalah tingkat kesukaran soal yang selalu harus diperhatikan ialah, jumlah soal-soal yang sedang harus lebih banyak dari pada jumlah soal-soal yang mudah dan sukar.
Pada penilain sumatif ini perlu pula diperhatikan mengenai daya pembedaan dari setiap bukti soal. Artinya setiap bukti soal tes itu harus mempunyai daya untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang atau tidak pandai. Tingkat kesukaran dan daya pembedaan suatu soal  itu hanya dapat diketahui melalui analisis butir soal setelah tes itu diuji cobakan. Pada penilaian sumatif kedua pendekatan dalam penilaian dapat digunakan (penilaian yang bersumber padaa kriteria mutlak dan penilaian yang bersumber pada norma relatif kelompok ) dengan menggunakan beberapa perencanaan diantaranya :
1.      Pengolahan hasil penilaian berdasarkan ukuran muutlak (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu.
2.      Pengolahan hasil penilaian berdasarkan norma relatif (PAN)
PAN adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya.
3.      Penilaian penempatan (Placement)
Penilaian penempatan adalah  jenis penilaian yang berfungsi untuk menempatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang sesuai dengan program pendidikan (sesuai dengan tingkat kemampuan atau ciri khas lainnya yang dimiliki siswa)
4.      Penilaian diagnostik
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang fungsinya untuk membantu memecahkan kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dialami oleh siswa-siswa tertentu.

Referensi :
- Afifuddin, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung, 2009)
-  Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung, Raja Grafindo Persada)
- Tafsir, dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru, (Bandung, 2009)